“REVIEW
JURNAL”
Oleh
Nama Kelompok : 1. Ahmad Pariansyah E1I013019
2. Abdullah
Mutahir Z. E1I013020
Dosen :
Yar Johan., S.Pi., M.Si
PROGRAM
STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2016
REVIEW JURNAL
“ANALISIS SEBARAN DAN
KERAPATAN MANGROVE MENGGUNAKAN
CITRA
LANDSAT 8 DI SEGARA ANAKAN, CILACAP”
Anang Dwi Purwanto*),
Wikanti Asriningrum*), Gathot Winarso*), Ety Parwati*)
*) Pusat Pemanfaatan
Penginderaan Jauh - LAPAN
e-mail:
anang_depe@yahoo.com
“ANALISIS
PERUBAHAN LUAS MANGROVE BERDASARKAN CITRA SATELIT
IKONOS TAHUN
2004 DAN 2010 DI KECAMATAN MLONGGO, TAHUNAN DAN
KEDUNG
KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH”
Afirman
Karyono*), Rudhi Pribadi, Muhammad Helmi
Progam Studi Ilmu Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Kampus Tembalang, Semarang 50275
Telp/Fax. 024-7474698
Email:
karyonoafirman@yahoo.com
ABSTRAK
Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi sumber daya wilayah pesisir
laut yang sangat besar yang mana salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove.
Adapun ciri khas dari ekosistem mangrove di Indonesia adalah memiliki keragaman
jenis yang paling tinggi di dunia. Akan tetapi, kondisi ekosistem hutan mangrove
tersebut baik dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif terus menurun dari
tahun ke tahun. Penurunan kualitas mangrove telah menjadi perhatian serius
seiring dengan penyusutan luas mangrove itu sendiri. Perubahan kerapatan tajuk
merupakan salah satu indikasi untuk memantau kualitasnya. Pemanfaatan citra
satelit penginderaan jauh Landsat telah dilakukan. Seiring dengan berkembangnya
citra satelit seri Landsat, maka pada penelitian ini dilakukan pengolahan citra
Landsat 8 akuisisi tanggal 30 Mei 2013 untuk menganalisis sebaran dan kerapatan
mangrove menggunakan dengan menggunakan analisis indeks vegetasi di Segara
Anakan, Cilacap. Tahapan identifikasi mangrove
dilakukan dengan cara menggunakan komposit band RGB 564, kemudian dilakukan
pemisahan obyek mangrove dan non mangrove dengan menggunakan metode klasifikasi
unsupervised. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan analisis kerapatan
mangrove dengan menggunakan formula NDVI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
luasan mangrove di Segara Anakan, Cilacap sebesar 6.716 Ha dengan tingkat
akurasi sebesar 82,05 %. Hasil analisis indeks vegetasi pada area mangrove
menunjukkan bahwa kondisi kerapatan mangrove didominasi dengan kerapatan
sedang.
Kata
Kunci: Kerapatan, Mangrove, NDVI, Segara Anakan, Landsat 8.
I. PENDAHULUAN
Daerah
ekosistem mangrove pada umumnya
terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi
yang mempunyai hubungan pengaruh pasang surut yang menggenangi pada aliran
sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai (Tarigan, 2008). Sebagai
sebuah ekosistem, ekosistem mangrove terdiri dari beragam organisme yang juga
saling berinteraksi satu sama lainnya. Fungsi fisik dari ekosistem mangrove di
antaranya: sebagai pengendali naiknya batas antara permukaan air tanah dengan
permukaan air laut ke arah daratan (intrusi), sebagai kawasan penyangga, memacu
perluasan lahan dan melindungi garis pantai agar terhindar dari erosi atau
abrasi. Segara Anakan merupakan sebuah teluk di bagian selatan Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah. Di depannya membentang sepanjang kurang lebih 30
kilometer arah timur - barat adalah Pulau Nusakambangan yang melindungi teluk
tersebut dari gelombang Samudera Hindia. Kondisi pasang surut dan kadar
garamnya masih mencirikan sifat - sifat laut, tetapi gelombang dan arusnya
sudah teredam sehingga menjadi perairan yang tenang sehingga banyak orang yang
menyebut Segara Anakan sebagai lagoon atau laguna.
Ekosistem mangrove dapat diidentifikasi dengan
menggunakan teknologi penginderaan jauh, dimana letak geografi ekosistem
mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek
perekaman yang khas jika dibandingkan obyek vegetasi darat lainnya (Faizal et
al., 2005). Dengan teknologi ini, nilai spektral pada citra satelit dapat
diekstraksi menjadi informasi obyek jenis mangrove pada kisaran spektrum tampak
dan inframerah - dekat (Suwargana, 2008). Mangrove di kawasan sepanjang pantai
dan pertambakan dapat terlihat jelas dari citra FCC (False Color Composit).
Kombinasi tersebut masing-masing adalah band 4,5, dan 7 untuk Landsat-MSS atau
band 2,3 dan 4 untuk Landsat- TM; masing-masing dengan filter Blue, Green
dan Red. Hutan mangrove terlihat dengan warna merah kegelapan pada
citra FCC. Warna merah merupakan reflektansi vegetasi yang terlihat jelas pada
citra band inframerah, sedangkan kegelapan merupakan reflektansi tanah berair
yang terlihat jelas pada citra band merah (Dewanti et al., 1998 dalam
Suwargana, 2008). Penelitian yang dilakukan Waas (2010) menunjukkan bahwa
analisis data citra untuk penentuan vegetasi mangrove menggunakan citra Landsat
7 ETM+ mengacu pada hasil eksplorasi citra komposit RGB 453.
Penelitian mengenai deteksi sebaran ekosistem
mangrove beserta kerapatannya di wilayah Segara Anakan telah dilakukan oleh
banyak peneliti. Kondisi ekosistem mangrove dari tahun 1994 - 2000 terus
mengalami penurunan luas dan perubahan tingkat kerapatan. Hal itu disebabkan
oleh banyaknya konversi penggunaan lahan dari penutup lahan yang satu menjadi
penutup lahan lain yang banyak (Parwati, 2001). Pada saat ini, wilayah Segara
Anakan mengalami tekanan yang besar yaitu tingginya laju sedimentasi dari
daratan dan penebangan liar yang mengakibatkan penurunan ekosistem mangrove
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk melihat kondisi terkini
mengenai sebaran dan kerapatan hutan mangrove di Segara Anakan perlu dilakukan
penelitian dengan menggunakan data terbaru. Salah satu satelit terbaru yang
bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi ekosistem mangrove adalah Landsat 8. Satelit
ini melanjutkan misi satelit Landsat 7 (ETM+) sebelumnya. Hal ini terlihat dari
karakteristiknya yang mirip dengan Landsat 7, baik resolusinya (spasial,
temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik
sensor yang dibawa. Akan tetapi ada beberapa tambahan yang menjadi titik
penyempurnaan dari Landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang
elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit dari tiap
piksel data (Ayuindra, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
sebaran ekosistem mangrove beserta kerapatannya dengan menggunakan citra
satelit Landsat 8 di SegaraAnakan, Cilacap.
1.2
Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi luasan ekosistem mangrove
di Segara Anakan.
II. METODE PENELITIAN
Adapun kelebihan dalam pembuatan Citra yang
digunakan dalam mengidentifikasi luasan
ekosistem mangrove Segara Anakan ialah dengan
menggunakan data citra satelit Landsat 7 ETM+ yang mengacu pada eskplorasi
citra komposit RGB 453. Sedangkan pada citra satelit Landsat 8 digunakan
komposit RGB 564 di mana ketiga band
tersebut termasuk dalam kisaran spektrum tampak dan inframerah - dekat dan
mempunyai panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang band 4, band 5
dan band 3 pada citra satelit landsat 7 ETM+. Tabel 1 adalah perbandingan
spesifikasi band pada Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8.
Tabel
1.Diagram Alir Penelitian
Sedangkan untuk jurnal pembanding ialah jurnal
dengan judul ” Analisis Perubahan Luas Mangrove Berdasarkan Citra Satelit
Ikonos Tahun 2004 Dan 2010 Di Kecamatan Mlonggo, Tahunan Dan Kedung Kabupaten
Jepara Jawa Tengah”. Materi yang digunakan dalam penelitian ini Data
primer yang digunakan yaitu citra Satelit IKONOS tahun 2004 dan 2010 dan data
vegetasi mangrove di kawasan Ujung Piring, Teluk Awur dan Tanggul Tlare
Kabupaten Jepara tahun 2011. Data pendukung meliputi data vegetasi mangrove
Ujung Piring, Teluk Awur dan Tanggul Tlare (DKP Jateng, 2011).
Adapun kelebihan dari metode deskriptif dalam penelitian ini menggambarkan perubahan
luas vegetasi mangrove. Tahapan pengolahan data citra satelit dari awal
(pengolahan data) hingga menjadi sebuah peta dapat dilihat dalam gambar diagram
alir dibawah ini. Untuk menghitung nilai kerapatan hutan mangrove digunakan
metode rasio band Inframerah dekat (NIR) dan band merah dapat
digunakan dengan metode (Green et al., 2000 dalam Waas, 2010) dengan diagram
alir penelitian di bawah ini :
Gambar
1.Diagram Alir Penelitian
III.
HASIL
Hasil Peta yang
dihasilkan dari jurnal “Analisis Sebaran Dan Kerapatan Mangrove Menggunakan
Citra Landsat 8 Di Segara Anakan,” dapat dilihat pada gambar 2,3, dan 4.
Gambar
2. Ploting Peta Titik Hasil Cek Lapangan
Gambar
3. Peta Sebaran Hutan Mangrove
Gambar
4. Peta Sebaran Kerapatan Mangrove
3.1 Hasil Peta jurnal pembanding
Hasil Peta yang
dihasilkan dari jurnal pembanding dengan judul “Analisis Perubahan Luas
Mangrove Berdasarkan Citra Satelit Ikonos Tahun 2004 Dan 2010 Di Kecamatan
Mlonggo, Tahunan Dan Kedung Kabupaten Jepara Jawa Tengah” dapat dilihat pada
gambar 5,6, dan 7.
Gambar 5. Peta perubahan luas mangrove
Kecamatan Mlonggo tahun 2004-2010
Gambar 6. Peta perubahan luas mangrove
Kecamatan Tahunan tahun 2004-2010
Gambar
7. Peta perubahan luas mangrove
Kecamatan
Kedung tahun 2004-2010
Dari peta yang dihasilkan kedua jurnal tersebut
adalah dapat kita lihat bahwa peta yang memilik atribut paling lengkap adalah
peta yang dihasilkan oleh citra satelit Ikonos 2004 dan 2010 karena memiliki
atribut peta seperti grid, skala dan memiliki nama daerah atau lokasi yang
ditampilkan pada peta. Sedangkan pada peta yang dihasilkan oleh citra satelit
Landsat 8 tidak ada memiliki atribut peta seperti grid, skala dan nama daerah
yang dicantumkan pada peta. Adapun kelebihan yang dimiliki oleh citra satelit
yang dihasilkan oleh Landsat 8 pada jurnal adalah memilki legenda dan memiliki
warna lebih dari satu sehingga akan mempermudah dalam membaca informasi dari
peta yang dihasilkan.
IV.
KESIMPULAN
Dapat di simpulkan bahwa dari hasil peta luasan
ekosistem mangrove yang dihasilkan oleh
citra satelit Landsat 8 dan citra satelit Ikonos 2004 dan 2010 memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan hasil pencitraan satelit
menggunakan satelit landsat 8 pada jurnal adalah gambar yang dihasilkan peta
lebih jelas karena memiliki legenda dan warna yang berbeda sehingga lebih mudah
dalam membaca informasi yang ingin disampaikan oleh peta. Sedangkan kekurangan
yang dimiliki peta yang dihasilkan oleh citra satelit Landsat 8 adalah tidak
memiliki atribut peta seperti yang dimiliki oleh peta hasil pencitraan Satelit
Ikonos 2004 dan 2010 yang memiliki skala peta, grid, dan nama daerah yang di
tampilkan pada peta. Adapun kekurangan peta yang dihasilkan oleh citra satelit
Ikonos 2004 dan 2010 dari peta pencitraan satelit Landsat 8 adalah peta
tersebut tidak memiliki warna yang beragam sehingga informasi yang disampaikan
oleh peta akan susah untukdimengerti bagi para pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayuindra,
M. 2013. Analisa Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat (Studi
Kasus :Sulawesi Selatan tahun 1999 – 2013. Laporan Penelitian Institut
Teknologi Surabaya (belum dipublikasikan).
Faizal,
A., dan Amran, M.A. 2005. Model Transformasi Indeks Vegetasi yang Efektif
untuk Prediksi Kerapatan Mangrove Rhizophora Mucronata. Prosiding PIT MAPIN
XIV ITS Surabaya, 14-15 September 2005.
Karyono,
Afirman. Dkk. 2010. Aanlisis
Perubahan Luas Mangrove Berdasarkan Citra Satelit
Ikonos
Tahun 2004 Dan 2010 Di Kecamatan Mlonggo, Tahunan Dan Kedung
Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Journal Of Marine Research.Volume 2, Nomor 3,
Tahun 2013, Halaman
129-137.
Parwati,
E. 2001. Analisis Inderaja dalam Evaluasi Turunnya Kualitas Lingkungan
(Studi Kasus Perairan Segara Anakan, Cilacap). Artikel Tesis Perpustakaan
Universitas Indonesia (belum dipublikasikan).
Purwanto,
Dwi, A. Dkk. 2014. Analisis Sebaran
Dan Kerapatan Mangrove Menggunakan
Citra Landsat 8 Di Segara Anakan, Cilacap. Jurnal
Pusat Pemanfaatan Penginderaan
Jauh – LAPAN.
Suwargana,
N. 2008. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan
Jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi. Jurnal Penginderaan Jauh dan
Pengolahan Citra Digital. Vol 5.
Tarigan,
M.S. 2008. Sebaran dan Luas Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Pising
Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Makara, Sains, VOL. 12, NO.
2, November 2008: 108-112.
Waas,
H.J.D., Nababan. B. 2005. Pemetaan dan Analisis Index Vegetasi Mangrove di
Pulau Saparua, Maluku Tengah. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,
Vol. 2, No. 1, Hal. 50-58, Juni 2010.