Minggu, 12 Juni 2016

"TUGAS RESUME JURNAL MATA KULIAH SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS"




TUGAS SIG
“REVIEW JURNAL”





Oleh
Nama Kelompok  : 1. Ahmad Pariansyah    E1I013019
                                2. Abdullah Mutahir Z. E1I013020
Dosen                    : Yar Johan., S.Pi., M.Si





PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016






REVIEW JURNAL

“ANALISIS SEBARAN DAN KERAPATAN MANGROVE MENGGUNAKAN

CITRA LANDSAT 8 DI SEGARA ANAKAN, CILACAP”

Anang Dwi Purwanto*), Wikanti Asriningrum*), Gathot Winarso*), Ety Parwati*)

*) Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN


DAN
“ANALISIS PERUBAHAN LUAS MANGROVE BERDASARKAN CITRA SATELIT
IKONOS TAHUN 2004 DAN 2010 DI KECAMATAN MLONGGO, TAHUNAN DAN
KEDUNG KABUPATEN JEPARA JAWA TENGAH”

Afirman Karyono*), Rudhi Pribadi, Muhammad Helmi
Progam Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Kampus Tembalang, Semarang 50275 Telp/Fax. 024-7474698

ABSTRAK

          Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi sumber daya wilayah pesisir laut yang sangat besar yang mana salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Adapun ciri khas dari ekosistem mangrove di Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang paling tinggi di dunia. Akan tetapi, kondisi ekosistem hutan mangrove tersebut baik dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif terus menurun dari tahun ke tahun. Penurunan kualitas mangrove telah menjadi perhatian serius seiring dengan penyusutan luas mangrove itu sendiri. Perubahan kerapatan tajuk merupakan salah satu indikasi untuk memantau kualitasnya. Pemanfaatan citra satelit penginderaan jauh Landsat telah dilakukan. Seiring dengan berkembangnya citra satelit seri Landsat, maka pada penelitian ini dilakukan pengolahan citra Landsat 8 akuisisi tanggal 30 Mei 2013 untuk menganalisis sebaran dan kerapatan mangrove menggunakan dengan menggunakan analisis indeks vegetasi di Segara  


Anakan, Cilacap. Tahapan identifikasi mangrove dilakukan dengan cara menggunakan komposit band RGB 564, kemudian dilakukan pemisahan obyek mangrove dan non mangrove dengan menggunakan metode klasifikasi unsupervised. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan analisis kerapatan mangrove dengan menggunakan formula NDVI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luasan mangrove di Segara Anakan, Cilacap sebesar 6.716 Ha dengan tingkat akurasi sebesar 82,05 %. Hasil analisis indeks vegetasi pada area mangrove menunjukkan bahwa kondisi kerapatan mangrove didominasi dengan kerapatan sedang.

Kata Kunci: Kerapatan, Mangrove, NDVI, Segara Anakan, Landsat 8.



I.  PENDAHULUAN



Daerah  ekosistem  mangrove pada umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang surut yang menggenangi pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai (Tarigan, 2008). Sebagai sebuah ekosistem, ekosistem mangrove terdiri dari beragam organisme yang juga saling berinteraksi satu sama lainnya. Fungsi fisik dari ekosistem mangrove di antaranya: sebagai pengendali naiknya batas antara permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan (intrusi), sebagai kawasan penyangga, memacu perluasan lahan dan melindungi garis pantai agar terhindar dari erosi atau abrasi. Segara Anakan merupakan sebuah teluk di bagian selatan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Di depannya membentang sepanjang kurang lebih 30 kilometer arah timur - barat adalah Pulau Nusakambangan yang melindungi teluk tersebut dari gelombang Samudera Hindia. Kondisi pasang surut dan kadar garamnya masih mencirikan sifat - sifat laut, tetapi gelombang dan arusnya sudah teredam sehingga menjadi perairan yang tenang sehingga banyak orang yang menyebut Segara Anakan sebagai lagoon atau laguna.
 
Ekosistem mangrove dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, dimana letak geografi ekosistem mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan obyek vegetasi darat lainnya (Faizal et al., 2005). Dengan teknologi ini, nilai spektral pada citra satelit dapat diekstraksi menjadi informasi obyek jenis mangrove pada kisaran spektrum tampak dan inframerah - dekat (Suwargana, 2008). Mangrove di kawasan sepanjang pantai dan pertambakan dapat terlihat jelas dari citra FCC (False Color Composit). Kombinasi tersebut masing-masing adalah band 4,5, dan 7 untuk Landsat-MSS atau band 2,3 dan 4 untuk Landsat- TM; masing-masing dengan filter Blue, Green dan Red. Hutan mangrove terlihat dengan warna merah kegelapan pada citra FCC. Warna merah merupakan reflektansi vegetasi yang terlihat jelas pada citra band inframerah, sedangkan kegelapan merupakan reflektansi tanah berair yang terlihat jelas pada citra band merah (Dewanti et al., 1998 dalam Suwargana, 2008). Penelitian yang dilakukan Waas (2010) menunjukkan bahwa analisis data citra untuk penentuan vegetasi mangrove menggunakan citra Landsat 7 ETM+ mengacu pada hasil eksplorasi citra komposit RGB 453.

Penelitian mengenai deteksi sebaran ekosistem mangrove beserta kerapatannya di wilayah Segara Anakan telah dilakukan oleh banyak peneliti. Kondisi ekosistem mangrove dari tahun 1994 - 2000 terus mengalami penurunan luas dan perubahan tingkat kerapatan. Hal itu disebabkan oleh banyaknya konversi penggunaan lahan dari penutup lahan yang satu menjadi penutup lahan lain yang banyak (Parwati, 2001). Pada saat ini, wilayah Segara Anakan mengalami tekanan yang besar yaitu tingginya laju sedimentasi dari daratan dan penebangan liar yang mengakibatkan penurunan ekosistem mangrove baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk melihat kondisi terkini mengenai sebaran dan kerapatan hutan mangrove di Segara Anakan perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan data terbaru. Salah satu satelit terbaru yang bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi ekosistem mangrove adalah Landsat 8. Satelit ini melanjutkan misi satelit Landsat 7 (ETM+) sebelumnya. Hal ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan Landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Akan tetapi ada beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari Landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit dari tiap piksel data (Ayuindra, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran ekosistem mangrove beserta kerapatannya dengan menggunakan citra satelit Landsat 8 di SegaraAnakan, Cilacap.



1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi luasan ekosistem mangrove di Segara Anakan.



II.  METODE PENELITIAN

Adapun kelebihan dalam pembuatan Citra yang digunakan dalam  mengidentifikasi luasan ekosistem mangrove Segara Anakan  ialah dengan menggunakan data citra satelit Landsat 7 ETM+ yang mengacu pada eskplorasi citra komposit RGB 453. Sedangkan pada citra satelit Landsat 8 digunakan komposit RGB 564 di mana  ketiga band tersebut termasuk dalam kisaran spektrum tampak dan inframerah - dekat dan mempunyai panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang band 4, band 5 dan band 3 pada citra satelit landsat 7 ETM+. Tabel 1 adalah perbandingan spesifikasi band pada Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8.
 

                                               

Tabel 1.Diagram Alir Penelitian

Sedangkan untuk jurnal pembanding ialah jurnal dengan judul ” Analisis Perubahan Luas Mangrove Berdasarkan Citra Satelit Ikonos Tahun 2004 Dan 2010 Di Kecamatan Mlonggo, Tahunan Dan Kedung Kabupaten Jepara Jawa Tengah”. Materi yang digunakan dalam penelitian ini Data primer yang digunakan yaitu citra Satelit IKONOS tahun 2004 dan 2010 dan data vegetasi mangrove di kawasan Ujung Piring, Teluk Awur dan Tanggul Tlare Kabupaten Jepara tahun 2011. Data pendukung meliputi data vegetasi mangrove Ujung Piring, Teluk Awur dan Tanggul Tlare (DKP Jateng, 2011).
Adapun kelebihan dari metode deskriptif  dalam penelitian ini menggambarkan perubahan luas vegetasi mangrove. Tahapan pengolahan data citra satelit dari awal (pengolahan data) hingga menjadi sebuah peta dapat dilihat dalam gambar diagram alir dibawah ini. Untuk menghitung nilai kerapatan hutan mangrove digunakan metode rasio band Inframerah dekat (NIR) dan band merah dapat digunakan dengan metode (Green et al., 2000 dalam Waas, 2010) dengan diagram alir penelitian di bawah ini :

           

                                                    Gambar 1.Diagram Alir Penelitian

III.  HASIL
            Hasil Peta yang dihasilkan dari jurnal “Analisis Sebaran Dan Kerapatan Mangrove Menggunakan Citra Landsat 8 Di Segara Anakan,” dapat dilihat pada gambar 2,3, dan 4.

Gambar 2. Ploting Peta Titik Hasil Cek Lapangan

Gambar 3. Peta Sebaran Hutan Mangrove


Gambar 4. Peta Sebaran Kerapatan Mangrove



3.1 Hasil Peta jurnal pembanding

Hasil Peta yang dihasilkan dari jurnal pembanding dengan judul “Analisis Perubahan Luas Mangrove Berdasarkan Citra Satelit Ikonos Tahun 2004 Dan 2010 Di Kecamatan Mlonggo, Tahunan Dan Kedung Kabupaten Jepara Jawa Tengah” dapat dilihat pada gambar 5,6, dan 7.



Gambar 5. Peta perubahan luas mangrove
Kecamatan Mlonggo tahun 2004-2010


Gambar 6. Peta perubahan luas mangrove
Kecamatan Tahunan tahun 2004-2010

Gambar 7. Peta perubahan luas mangrove
Kecamatan Kedung tahun 2004-2010


Dari peta yang dihasilkan kedua jurnal tersebut adalah dapat kita lihat bahwa peta yang memilik atribut paling lengkap adalah peta yang dihasilkan oleh citra satelit Ikonos 2004 dan 2010 karena memiliki atribut peta seperti grid, skala dan memiliki nama daerah atau lokasi yang ditampilkan pada peta. Sedangkan pada peta yang dihasilkan oleh citra satelit Landsat 8 tidak ada memiliki atribut peta seperti grid, skala dan nama daerah yang dicantumkan pada peta. Adapun kelebihan yang dimiliki oleh citra satelit yang dihasilkan oleh Landsat 8 pada jurnal adalah memilki legenda dan memiliki warna lebih dari satu sehingga akan mempermudah dalam membaca informasi dari peta yang dihasilkan.

IV.  KESIMPULAN

Dapat di simpulkan bahwa dari hasil peta luasan ekosistem mangrove yang  dihasilkan oleh citra satelit Landsat 8 dan citra satelit Ikonos 2004 dan 2010 memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan hasil pencitraan satelit menggunakan satelit landsat 8 pada jurnal adalah gambar yang dihasilkan peta lebih jelas karena memiliki legenda dan warna yang berbeda sehingga lebih mudah dalam membaca informasi yang ingin disampaikan oleh peta. Sedangkan kekurangan yang dimiliki peta yang dihasilkan oleh citra satelit Landsat 8 adalah tidak memiliki atribut peta seperti yang dimiliki oleh peta hasil pencitraan Satelit Ikonos 2004 dan 2010 yang memiliki skala peta, grid, dan nama daerah yang di tampilkan pada peta. Adapun kekurangan peta yang dihasilkan oleh citra satelit Ikonos 2004 dan 2010 dari peta pencitraan satelit Landsat 8 adalah peta tersebut tidak memiliki warna yang beragam sehingga informasi yang disampaikan oleh peta akan susah untukdimengerti bagi para pembacanya.





DAFTAR PUSTAKA

Ayuindra, M. 2013. Analisa Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat (Studi Kasus :Sulawesi Selatan tahun 1999 – 2013. Laporan Penelitian Institut Teknologi Surabaya (belum dipublikasikan).

Faizal, A., dan Amran, M.A. 2005. Model Transformasi Indeks Vegetasi yang Efektif untuk Prediksi Kerapatan Mangrove Rhizophora Mucronata. Prosiding PIT MAPIN XIV ITS Surabaya, 14-15 September 2005.

Karyono, Afirman. Dkk. 2010. Aanlisis Perubahan Luas Mangrove Berdasarkan Citra Satelit     
Ikonos Tahun 2004 Dan 2010 Di Kecamatan Mlonggo, Tahunan Dan Kedung
Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Journal Of Marine Research.Volume 2, Nomor 3,
Tahun 2013, Halaman 129-137.

Parwati, E. 2001. Analisis Inderaja dalam Evaluasi Turunnya Kualitas Lingkungan (Studi Kasus Perairan Segara Anakan, Cilacap). Artikel Tesis Perpustakaan Universitas Indonesia (belum dipublikasikan).

Purwanto, Dwi, A. Dkk. 2014. Analisis Sebaran Dan Kerapatan Mangrove Menggunakan
Citra Landsat 8 Di Segara Anakan, Cilacap. Jurnal Pusat Pemanfaatan Penginderaan
Jauh – LAPAN.

Suwargana, N. 2008. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital. Vol 5.

Tarigan, M.S. 2008. Sebaran dan Luas Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Pising Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Makara, Sains, VOL. 12, NO. 2, November 2008: 108-112.


Waas, H.J.D., Nababan. B. 2005. Pemetaan dan Analisis Index Vegetasi Mangrove di Pulau Saparua, Maluku Tengah. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 50-58, Juni 2010.